Pendidikan Penelitian Pengabdian Pelatihan
Mat Eko 1 Mat Eko 2 Stat Eko 1 Stat Eko 2 Ekonometrika 1 Ekonometrika 2
Jurnal Pemb Jurnal Moneter Jurnal Perencanaan
Diskusi Stat Eko Diskusi Ekonometrika Diskusi Blog
Mat Eko 1 Mat Eko 2 Stat Eko 1 Stat Eko 2 Ekonometrika 1 Ekonometrika 2 Ekonomi Manajerial Olah Data Statistika
Uji Normalitas Uji Autokorelasi Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas Uji Liniearitas Contoh Menu 5
Slmt Datang Di Blog Page Rank Di Blog Memasang Jam Blog Memasang File PPT, DOC excel dan pdf Membuat Efek Remote Linking Pada Gambar Membuat Gambar Berputar Memasang Jam Online Animasi Flash Teks Berwarna Anti COPAS dan Klik Kanan Tanggal Di Blog Kotak Teks Di Blog
BPS BI Kebij Moneter Kebij Fiskal Kalkulator Kurs Contoh Menu 5
Abg/Ade Blog Bbg TtphS EPFEUP MK Stat Eko (1 MK Stat Eko (2) Abg dan Ade Blog

Kamis, 03 April 2014

Penyebab, Dampak dan Mendeteksi Autokorelasi

Sudah pernah dibahas masalah uji asumsi. namun, untuk kali ini akan dibahas lebih khusus lagi yaitu uji asumsi autokorelasi. untuk lengkap uji asumsi yang lain bisa kesini. langsung aja yaaa gan.... sekidot..:p

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel (Nachrowi djalal dan Hardius usman:2006). Korelasi ini terjadi antar waktu atau individu. Umumnya kasus autokorelasi banyak terjadi pada data time series, artinya kondisi sekarang dipengaruhi waktu lalu. Oleh karena itu, dalam analisis data time series, masalah autokorelasi menjadi pusat perhatian.Gambaran mudahnya pada kasus yang lagi ramai sekarang ini tentang Penetapan Upah Minimum provinsi (UPM) jakarta. Terus, hubungannya apa?. UPM ini selalu dipengaruhi berdasarkan UPM sebelumnya. Sehingga, dalam penetuan UPM selalu memperhatikan UPM sebelumnya. Dapat dibayangkan, bagaimana jika UPM tidak terkait dengan waktu sebelumnya. Para buruh akan mengalami ketidakpastian pada keuangannya sehingga akan menganggu urusan keluarga. Jauh banget ya. Jadi, autokorelasi sangat berguna pada kehidupan sehari-hari.

Walaupun dalam kehidupan sehari-hari autokorelasi sangat berguna, namun dalam urusan analisis regresi dalam menggunakan OLS. ini menjadi masalah utama yang harus diselesaikan. OLS mengasumsikan bahwa error merupakan variabel random yang independent (tidak berkorelasi agar penduga bersifat BLUE. Atau secara matematis dituliskan:

uji autokorelasi statistik ceria

A. Penyebab autokorelasi

1. Kesalahan model (linier – non linier)
2. Penggunaan Lag (inertia) è data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan saling ketergantungan (interdependence)
3. fenomena cobweb è Munculnya fenomena sarang laba-laba terutama terjadi pada penawaran komoditi sektor pertanian è Misalnya, panen komoditi permulaan tahun dipengaruhi oleh harga yang terjadi pada tahun sebelumnya è ui tidak lagi bersifat acak (random), tetapi mengikuti suatu pola yaitu sarang laba-laba.
4. Tidak memasukkan variabel yang penting
5. Manipulasi data

B. Konsekuensi adanya autokorelasi:

  1. Estimator yang dihasilkan masih unbiased, konsisten, dan asymptotical normally distributed. Tetapi tidak lagi efisien->varians tidak minimum (tidak BLUE) 
  2. Estimasi standard error dan varian koefisien regresi yang didapat akan ‘underestimate’. 
  3. Pemerikasaan terhadap residualnya akan menemui permasalahan. 
  4. Autokorelasi yang kuat dapat pula menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Biasa disebut spourious regression. Hal ini terlihat dari R2.

C. Mendeteksi autokorelasi

1. Metode Grafik 

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk mendeteksi autokorelasi. Sekaligus merupakan langkah awal untuk mendeteksi autokorelasi. Sesuai dengan definisinya, metode ini membandingkan antara residual dengan variabel X. selain itu, dengan membandingkan antara rasidual ke-t dengan residual ke-(t-1).
uji autokorelasi
Suatu grafik mengindikasikan adanya autokorelasi dapat dilihat dari polanya. Suatu grafik dikatakan mengandung autokorelasi ketika terdapat pola antara residual dengan waktu atau antara residual ke-t sampai ke-(t-1).

Pada bagian (a) terlihat bahwa grafiknya membentuk pola siklus sehingga diindikasikan terdapat autokorelasi. Hal itu juga didukung dengan grafik antara raesidual ke-t dengan residual ke-(t-1) yang menunjukkan ada hubungan liniear..pada gambar tersebut terdapatnya autokorelasi positif dan negatif. Autokorelasi positif terlihat pada bagian (a) sedangkan autokorelasi negatif pada gambar bagian (b).

2. Uji Durbin Watson

Metode grafik diatas masih memiliki permasalahan. Pada metode ini, adanya autookorelasi agak sulit untuk ditentukan karena hanya melalui subjektifitas peneliti. Sehingga, kemungkinan tiap peniliti memiliki pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian formal yang dapat dipercaya secara ilmiah. Salah satu cara untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah uji durbin-watson.

Hipotesis:
Ho=tidak ada autokorelasi
H1=ada autokorelasi
Statistik Uji:

uji autokorelasi
Setelah mendapatkan statistik uji. Langkah selanjutnya adalah membandingkan dengan tabel DW. Tabel DW tediri atas dua nilai, yaitu batas bawah (dL) dan batas atas(dl) dan batas bawah(du). Berikut beberapa keputusan setelah membandingkan DW.
  • Bila d < dL Þ tolak H0; Berarti ada korelasi yang positif atau kecenderungannya r = 1 
  • Bila dL < d < dU Þ kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
  • Bila dU < d < 4 – dU Þ jangan tolak H0; Artinya tidak ada korelasi positif maupun negatif 
  • Bila 4 – dU < d < 4 – dL Þ kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa
  • Bila d > 4 – dL Þ tolak H0; Berarti ada korelasi negatif
autokorelasi statistik ceria
tabel durbin-watson dapat diperoleh disini

3. Uji Run

Uji durbin Watson juga memiliki kelemahan ketika berada antara nilai dL dan dU atau antara (4-dU) dan (4-dL) maka keputusannya autokorelasi tidak bisa diketahui mempunyai autokorelasi apa tidak. Sehingga dilakukan uji lain bisa dengan metode grafik atau metode formal lainnya. Salah satu uji formal yaitu uji run.

Perinsip kerja uji run sangat sederhana yaitu dengan melihat tanda nilai residual negtaif atau positif(+) atau negatif (-), tanpa memperhatikan nilainya. Sehingga run yang dimaksud disini adalah sekelompok nilai residual yang mempunyai tanda sama secara bertusut-turut.
Contoh: (++++++)(-----)(+++++)(----)
Hipotesis:
H0=residual random
H­1=tidak demikian

Untuk menghitungnya digunakan beberapa fungsi berikut:
statistik ceria autokorelasi

Dimana: 
N=jumlah observasi
N1=jumlah run positif(+)
N2=jumlah run negatif(-)

Dalam melakukan pengujian hipotesis, digunakan analisis interval kepercayaan:


E(run)-1,96 <= run <= E(run)+1,96 run

    Keputusan:

Apabila nilai Run berada diantara interval tersebut maka terima H0sehingga disimpulkan residualnya random dan tidak adanya unsur autokorelasi.

4. Uji Breusch-Godfrey(BG)/Lagrange Multiplier(LM)

Uji ini dikembangkan oleh breusch-bodfrey.
uji autokorelasi
Berdasarkan model tersebut Breusch-bodfrey mengasumsikan bahwa Ut mengikuti autoregresif ordo p(AR(p)), sehingga membentuk model berikut:
uji autokorelasi
Untuk materi yang tertinggal akan dibahas di bagian selajutnya. [mengatasi-uji-autokorelasi]

refrensi:
Nachrowi Djalal Nachrowi dan Hardius Usman. ekonometrika untuk analisis ekonomi dan keuangan. 2006.
Gujarati, Basic_Econometrics. 2004. bisa didowload
autocorelasi. basic economic. sanjoyo. bisa didownload disini
guy judge march 2007. bisa didownload disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENU BAR