Statistika Ekonomi dan Ruang Lingkup Relevansinya
Bagi
para mahasiswa program studi yang dinilai mempunyai relevansi dengan
ilmu ekonomi, mata kuliah Statistika (Ekonomi) adalah salah satu mata
kuliah yang wajib ditempuh selama mereka menjalani masa studi di
dalamnya. Program studi yang memiliki relevansi dengan ilmu ekonomi
dimaksudkan di sini memang pada umumnya adalah program studi manajemen,
akuntansi, serta ilmu ekonomi dan studi pembangunan dalam suatu
universitas atau sekolah tinggi ilmu ekonomi. Namun, dalam kenyataannya
program studi yang relevan dengan ilmu ekonomi sekarang ini menjadi
lebih luas lagi ruang lingkupnya. Pada fakultas ilmu sosial dan ilmu
politik atau fakultas ilmu administrasi (tergantung pada universitas
yang menaunginya), terdapat program studi administrasi niaga atau kadang
dinamakan administrasi bisnis. Apabila kita meninjau kurikulum
pembelajarannya, titik singgung dengan bidang kajian manajemen atau
akuntansi terasa jelas.Dalam perguruan tinggi yang menitik
beratkan fokus kajiannya pada bidang ilmu pendidikan secara khusus atau
pada fakultas pendidikan dalam suatu universitas, mungkin sekali
terdapat program studi pendidikan ilmu ekonomi, manajemen, akuntansi,
atau dunia usaha. Adapun pada fakultas pertanian, selain program studi
agronomi, ilmu tanah dan sosiologi pedesaan, sering kali pula mempunyai
program studi sosial ekonomi pertanian atau kadang dinamakan pula
agro-bisnis. Sedangkan dalam perguruan tinggi berbasiskan bidang kajian
ilmu informatika, sering terdapat program studi manajemen informatika
yang memiliki kurikulum pembelajaran yang bersinggungan dengan ilmu
manajemen. Belum lagi pada fakultas peternakan, perikanan, dan kehutanan
yang memiliki program studi sosial ekonomi.
Pada umumnya, mata kuliah statistika yang diberikan di dalam beberapa program studi di atas ditujukan untuk menanamkan pemahaman terhadap beberapa aspek konseptual statistika dan penerapannya pada bidang ilmu ekonomi serta bagaimana mengaplikasikan berbagai konsep statistika itu dalam penelitian apabila para mahasiswa menulis skripsi. Memang, secara detil materi yang diberikan oleh setiap pengajar atau berdasarkan kebijaksanaan yang berlaku pada setiap lembaga pastilah berbeda. Tetapi, sepanjang pengetahuan kami, materi statistika yang diberikan pada awalnya adalah statistika deskriptif dan selanjutnya adalah materi statistika induktif atau statistika inferensial. Masalah penamaan juga bisa berbeda, namun garis besar alur penyampaian serta materinya pada umumnya demikian.
Materi statiska deskriptif sesuai dengan namanya memang menitikberatkan kajiannya pada upaya untuk melakukan perhitungan serta pengolahan data menjadi gambaran informasi yang deskriptif sifatnya. Terkait dengan hal itu, biasanya bahasan yang dikemukakan antara lain pengertian dasar statistika, tabulasi dan visualisasi data, ukuran nilai sentral, ukuran nilai penyebaran, ukuran kecondongan dan keruncingan, angka indeks, dan berakhir pada bahasan tentang regresi dan korelasi. Sedangkan materi statistika inferensial ditekankan pada upaya melakukan perhitungan dan pengolahan data sehingga bisa dijadikan landasan untuk menarik kesimpulan. Kajian mengenai probabilitas, distribusi teoritis, penentuan sample, pendugaan secara statistika, dan berbagai metode pengujian hipotesis merupakan materi yang biasa dibahas di dalamnya.
Pada lembaga perguruan tinggi tertentu, mungkin pula diberikan statistika non parametris secara khusus yang merupakan perluasan atau pengembangan dari statistika inferensial untuk kondisi tertentu yang bersifat non parametris. Kondisi yang bersifat non parametris ini antara lain terjadi karena tidak dilibatkannya parameter dan distribusi, hipotesis yang harus diuji tidak melibatkan suatu parameter populasi, dan bisa pula karena skala pengukuran yang disyaratkan dalam statistika parametris tidak terpenuhi misalnya skala yang bersifat ordinal dan nominal.
Pentingnya Menumbuhkan Perasaan Senang
Sebagai salah bagian dari bidang ilmu matematika atau bisa pula dikatakan sebagai bidang ilmu yang penuh dengan hitungan, statistika jelas berpotensi untuk diposisikan sebagai obyek yang menakutkan, menjemukan, atau harus dihindari oleh banyak diantara mahasiswa. Sekalipun tentunya tidak bisa dinafikan kenyataan bahwa ada pula diantara mereka yang justru menyenanginya. Para mahasiswa yang menyenangi mata kuliah ini sejak awal tentulah akan menjadi sekelompok yang beruntung karena perasaan senang yang ada dalam hati mereka menjadikan mereka memiliki probabilitas lebih besar untuk mudah memahaminya dan juga menuai prestasi belajar lebih bagus dari pada mereka yang dalam benaknya telah diliputi perasaan tidak suka, berat, atau takut. Perasaan suka yang ada dalam ruang pikir membuat mereka memiliki motivasi kuat dimana motivasi kuat tersebut menjadi semacam kekuatan lebih untuk berusaha memahami atau menggali pengetahuan lebih luas bahkan mungkin pula melebihi yang diterima dalam ruang kuliah.
Bagi para pengajar mata kuliah statistika (ekonomi), kondisi dimana seluruh peserta menyenangi mata kuliah ini, mengikutinya secara antusias, serta selanjutnya memberikan berbagai respons positif jelas menjadi sesuau yang favourable. Keadaan ini akan menimbulkan dampak yang menguntungkan karena para pengajar pasti menjadi lebih antusias dalam membawakannya dan hidupnya interaksi antara pengajar dan mahasiswa dalam kelas akan lebih mudah diciptakan. Akan tetapi, ternyata menciptakan kondisi seperti ini tidaklah mudah. Sulitnya menjadikan para peserta mata kuliah untuk senantiasa menyambutnya secara antusias sepertinya adalah masalah yang cukup klasik.
Peran Kunci Pengajar Di Kelas
Barangkali, ada sebagian besar diantara kita yang beranggapan bahwa memang pada dasarnya setiap orang telah diberi kemampuan biologis dasar tertentu –katakanlah tingkat kecerdasan intelejensia- yang menyebabkannya senang, mudah memahami, dan memiliki prestasi bagus dalam bidang studi ini begitu pula sebaliknya. Sehubungan dengan masalah ini, memang benar, apabila terdapat beberapa orang dengan tingkat kecerdasan intelejensia berbeda dan kondisi lainnya sama serta tetap, maka siapa yang dikaruniai kelebihan berupa tingkat kecerdasan lebih tinggilah yang akan mampu memetik buah prestasi lebih bagus disamping menjadi lebih mudah memahami serta menyenangi.
Namun, tingkat kecerdasan intelejensia yang dimiliki oleh setiap peserta ini tidak dengan sendirinya akan menjadikan mereka yang memiliki tingkatan sama kemudian akan mampu meraih prestasi serta mempunyai daya pemahaman dan perasaan senang yang sama. Hal tersebut telah disimpulkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dandy dan Nettlebeck (2002). yang pada intinya menyatakan bahwa pada anak-anak Australia keturunan Cina, Vietnam, dan anak-anak keturunan Asia lainnya menunjukkan adanya keunggulan nilai matematika dan mata pelajaran kuantitatif dibandingkan dengan anak-anak keturunan Eropa dengan tingkat kecerdasan intelejensia yang sama.
Sementara, apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran yang selama ini dilakukan, para pengajar statistika (ekonomi) tetap dihadapkan pada variabilitas tingkat kemampuan dasar para peserta dan mereka tetap dibebani kewajiban untuk menjadikan para peserta paham, paling tidak jumlah mereka yang bisa memahaminya adalah lebih banyak. Padahal, harus disadari pula bahwa berbedanya tingkat kemampuan dasar tersebut merupakan faktor yang bisa dikatakan tidak dapat dikendalikan oleh para pengajar. Durasi waktu pengajaran dalam kelas memang bisa dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi belajar, tetapi di lain sisi durasi waktu yang lebih panjang berpotensi menimbulkan kejenuhan dan juga ia merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pengajar karena merupakan derivasi dari kebijaksanaan lembaga yang sudah dibakukan dalam periode tertentu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Stigler, Lee dan Stevenson (1987) diketahui bahwa persentase waktu mengajar yang digunakan untuk menjelaskan materi selama kuliah atau pelajaran memberikan andil terhadap penguasaan materi. Hal ini dibuktikan dari kenyataan bahwa para pengajar di Taiwan dan Jepang memakai 63% dan 33% waktu mengajar mereka untuk memberikan penjelasan tentang materi dibandingkan dengan hanya 25% waktu mengajar guru-guru Amerika digunakan untuk kegiatan yang sama. Di samping itu, atas dasar hasil penelitian ini juga ditunjukkan bahwa para pelajar dan mahasiswa Asia lebih banyak memperoleh pengarahan dan petunjuk dari para pengajar daripada rekan-rekannya di Amerika Serikat.
Dengan demikian, sekalipun perbedaan kondisi jelas melingkupi, tetapi merupakan satu hal yang tak salah manakala para pengajar statistika berupaya untuk lebih sabar dan telaten dalam menjelaskan materi. Bagi para mahasiswa terutama mereka yang merasa mempunyai kesulitan dalam menerima materi mata kuliah kuantitatif, kesabaran, ketelatenan, dan kesediaan pengajar untuk menjelaskan secara lebih detil dirasakan amat menolong.
Partisipasi Para Mahasiswa Harus Dihargai
Pada saat kegiatan perkuliahan dilaksanakan, sebisa mungkin para pengajar berusaha menempatkan proses berpikir para mahasiswa sebagai hal yang penting. Disamping itu, para mahasiswa perlu diberikan kesempatan untuk berpikir dan bertanya utamanya untuk hal-hal yang belum mereka pahami. Seumpama keadaan memungkinkan, para mahasiswa sangat pantas untuk diberi waktu untuk menjelaskan apa yang mereka pikirkan mengenai pemecahan suatu ilustrasi kasus atau soal dan mendengarkan apa yang dipikirkan oleh para mahasiswa lainnya. serta berdiskusi walaupun memang langkah ini barangkali tidak langsung bisa berjalan dengan mudah. Upaya seperti ini menguntungkan para mahasiswa agar mereka dapat mengembangkan proses berpikir dan proses belajar.
Aktivitas perkuliahan jelas tidak mungkin menafikan proses stimulasi berpikir melalui pengajuan pertanyaan dari pengajar kepada para mahasiswa. Alangkah baiknya bila pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan yang mampu mendorong para mahasiswa untuk berpikir dan bukan sekedar mendapatkan jawaban (Stigler, Fernandez & Yoshida, 1998). Memang, secara garis besar, pertanyaan yang dapat diajukan kepada para mahasiswa memiliki beberapa variasi pola diantaranya
1) pertanyaan yang sifatnya meminta para mahasiswa untuk menyebutkan jawaban tanpa penjelasan bagaimana sampai kepada jawaban tersebut (pola pertanyaan-sebut),. Sebagai misalnya, "Berapakah nilai rata-rata hitung pada ilustrasi kasus ini?".
2) pertanyaan yang secara langsung meminta siswa untuk menghitung (pola pertanyaan-hitung). Contoh pola pertanyaan-hitung itu misalnya saja "Berapakah 1.200 dibagi 3?".
3) pertanyaan yang bersifat meminta penjelasan jawaban atau cara pemecahan ilustrasi kasus (pola pertanyaan-penjelasan). Sehubungan dengan hal ini, "Bagaimana Anda bisa menentukan nilai modus dalam ilustrasi kasus ini?" atau "Mengapakah nilai frekuensi kumulatif kurang dari pada kelas ketiga adalah 25?" adalah permisalannya.
4) pertanyaan yang sifatnya mencoba memantau apa yang dipikirkan atau dikerjakan oleh para mahasiswa lainnya (pola pertanyaan-monitor). Terkait dengan pola pertanyaan ini, kalimat semisal "Siapa yang setuju dengan jawaban Teguh Dwi Nugroho bahwa nilai median dalam ilustrasi kasus kita ini adalah 30?", "Siapa saja yang memiliki jawaban sama dengan Anton Murdiatmoko?" atau juga "Siapa yang masih belum mudheng dalam hal ini?" merupakan ilustrasi contoh yang relevan.
Keempat pertanyaan sebagaimana diuraikan di atas mungkin diajukan dalam kegiatan perkuliahan. Sekalipun demikian, mengingat mata kuliah statistika pada dasarnya ingin membangun pemahaman materi bagi para pesertanya, pola pertanyaan-penjelasan serta pola pertanyaan-monitor perlu lebih sering dihadirkan dari pada pola pertanyaan-sebutkan dan pola pertanyaan-hitung.
Kemudian, pada saat para mahasiswa dinilai melakukan kesalahan, para pengajar sepantasnya memandangnya sebagai satu masalah yang wajar dan alamiah sifatnya serta sebagai informasi yang penting mengenai proses berpikir (Stigler, Fernandez & Yoshida, 1998). Manakala ada seorang mahasiswa yang salah dalam menjawab pertanyaan, pengajar diminta untuk menampilkan cara pemecahannya. Adapun aktivitas diskusi atau pertukaran pemikiran mengenai kesalahan jawaban dan bagaimana jawaban yang benar berperan penting dalam pengembangan pemahaman dan konsep sekaligus menjadikan para mahasiswa memetik pelajaran darinya. Para pengajar statistika perlu meninjau ulang atau setidaknya bisa melonggarkan jeratan alur berpikir teori behaviorisme yang pada intinya sangat menekankan keberhasilan dalam kegiatan belajar serta merasa amat khawatir bila kesalahan yang ditampilkan kemudian merusak rasa percaya diri para peserta.
Sementara, ketika pengajar menulis materi ajar berupa buku, diktat, hand-out, atau apa saja namanya, ilustrasi kasus yang relevan dengan materi menjadi faktor yang amat kondusif terhadap terbangunnya pemahaman atas konsep atau teori yang dikaji dalam suatu bab. Di dalamnya, penjelasan terkait dengan proses pemecahan masalah harus diberi porsi yang signifikan.
Beberapa Catatan Penting Yang Lain
Atas dasar pengalaman dan pengetahuan yang telah terhimpun hingga saat ini, tentunya dengan beragam kekurangan yang dimiliki, ada beberapa hal yang menurut hemat kami amat layak diperhatikan. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah
1) Penyampaian materi mata kuliah statistika (ekonomi) kepada para mahasiswa yang notabene anak dari generasi saat ini dan mereka mempunyai latar belakang pergaulan, pengetahuan, dan selera sebagaimana yang ditunjukkan oleh kenyataan jaman memerlukan kesediaan untuk memaklumi serta upaya untuk memahaminya. Guna menciptakan suasana yang menyegarkan, tentunya bukan sesuatu yang haram ketika pengajar statistika berusaha untuk masuk atau menyentuh dunia mereka. Penyampaian joke, penampilan ilustrasi kisah yang terkait materi dengan isue aktual, selingan cerita sedikit terkait dengan gossip selebritis, olah raga, dan musik serta pemberian kesempatan pada para mahasiswa untuk bercerita tentang dunia mereka bisa menjadi semacam cara untuk menyentuh minat serta memicu atau memelihara rasa ketertarikan mereka. Bagaimanapun mereka akan merasa lebih termaklumi dan dimengerti bila pengajar mampu menampilkan citra sebagai orang yang memahami dunia mereka. Tentunya, hal tersebut jangan sampai merampas proporsi ruang penyampaian materi sebagai sajian utama.
2) Membesarkan hati para mahasiswa, menanamkan optimisme, dan meminta kepada mereka untuk tidak takut serta meyakinkan bahwa mereka pasti akan bisa memahami materi mata kuliah pada saat perkuliahan pertama dilaksanakan atau pada saat menyampaikan bagian awal bab adalah satu hal yang penting untuk dilakukan.Langkah perlu ditempuh untuk memperkuat motivasi belajar mereka.
3) Alangkah bagusnya apabila ilustrasi kasus yang dikemukakan terasa membumi, lebih nyata, atau elegan terlebih lagi bila penuturannya menarik. Penampilan ilustrasi kasus yang menarik merupakan titik masuk (entry point) untuk menimbulkan ketertarikan serta membangun pemahaman terhadap konsep secara lebih kuat.
4) Tidak sepantasnya apabila pengajar mengatakan kalimat yang bernada negatif semisal “Aduuh..dasar bodoh! Masa, soal gampang seperti itu saja tidak bisa?” atau “Walaahh, kamu itu pasti tidak akan mudheng!” dan berbagai kalimat lain senada. Perkataan itu jelas tidak etis ditampilkan. Selain itu, satu masalah yang lebih prinsipil lagi, kalimat tersebut memiliki daya sugesti negatif yang mampu menjadi dinding penghalang psikologis bagi para mahasiswa untuk berusaha memahami. Setiap pengajar hendaknya mampu menjadi semacam pembombong dan pengayom karena ini merupakan tuntutan peran mendasar seorang guru. Juga, para pengajar tidak pantas untuk berlaku congkak karena kita bukanlah seorang Superman yang tidak bisa salah. Kita harus ingat, ketidaksukaan secara personal karena perilaku individual sangat berpotensi untuk memicu ketidaksenangan kepada mata kuliah.
5) Saat peserta kuliah menjawab dengan salah dan perkuliahan tengah terlaksana dengan suasana interaktif katakanlah dengan diskusi, pengajar hendaknya tidak mempermalukan seseorang tersebut saat ia tengah berusaha menunjukkan jawaban yang benar.
6) Memberikan penghargaan terhadap hasil, proses, dan perbedaan pandangan dalam memahami materi maupun pemecahan ilustrasi kasus adalah perilaku yang layak sekali untuk ditunjukkan karena para mahasiswa dan pengajar adalah manusia dewasa yang telah dipandang mampu berpikir sekaligus sejajar sepanjang penyampaiannya dilakukan secara baik dan etis serta argumentasinya memiliki landasan kuat.
Sedikit paparan ini memang tidak akan menjadikan pembelajaran statistika (ekonomi) mencapai tujuan ideal seketika atau dalam sekejap kemudian kualitas pembelajaran menjadi lebih bagus, hasil studi meningkat, dan rasa antusias terhadapnya langsung terpacu. Semuanya tentulah membutuhkan waktu dan proses gradual. Hanya saja, upaya harus bersedia dilakukan walaupun upaya itu berarti pula menjadikan para pengajar harus mencurahkan energi lebih. Just do it and keep on going!
Muliawan Hamdani, S.E. Staff edukatif Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bank BPD Jateng. Saat ini tengah menempuh studi lanjut pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
Sumber Referensi
1) Hartono, H. S. (1999), Mathematics achievement and performance: A cross-national comparison, Unpublished Seminar Report, Advanced Child Psychology, the University of Auckland.
2) Dandy, J. & Nettlebeck, T. (2002). The relationship between IQ, homework, aspirations and academic achievemnt for Chinese, Vietnamese and Anglo-Celtic Australian school children. Educational Psychology, 22(3), 267-275.
3) Stigler, J. W., Lee, S-Y., & Stevenson, H. W. (1987). Mathematics classroom in Japan, Taiwan, and the United States. Child Development, 58, 1272-1285.
4) Stigler, J. W., Fernandez, C., & Yoshida, M. (1998). Cultures of mathematics instruction in Japanese and American elementary classrooms. In T. P. Rohlen & G. K. LeTendre (Eds.), Teaching and Learning in Japan. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
*)Tulisan ini telah pernah disampaikan dalam acara talk show dan Bedah Buku bertajuk “Statistika Itu Mudah; Mencari Makna Di Balik Angka” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada Pak Purbayu Budi Santosa. Anda adalah seorang yang baik, humble, dan rendah hati. Semoga Anda bisa menjadi sosok erudisi (seorang yang mempunyai cakrawala wawasan luas serta mampu berpikir melewati batas-batas). Semoga Anda bisa seperti Amartya Zen, E.F. Schumacher, Gunnar Myrdal, Pak Mubiarto dan lainnya yang bisa membuktikan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang agung dan tidak tercabut eksistensinya dari bidang ilmu sosial lainnya.
Tak lupa, ucapan terima kasih tulus juga saya sampaikan pada adik-adik saya yang menempuh studi di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyampaikan gagasan. Juga, very great thanks kepada Penerbit Erlangga atas kepercayaan besar yang tak terduga sehingga buku saya ini dapat diterbitkan. Semoga penerbit ini semakin berjaya dan bisa mencapai misinya dalam mencerdaskan bangsa.
Pada umumnya, mata kuliah statistika yang diberikan di dalam beberapa program studi di atas ditujukan untuk menanamkan pemahaman terhadap beberapa aspek konseptual statistika dan penerapannya pada bidang ilmu ekonomi serta bagaimana mengaplikasikan berbagai konsep statistika itu dalam penelitian apabila para mahasiswa menulis skripsi. Memang, secara detil materi yang diberikan oleh setiap pengajar atau berdasarkan kebijaksanaan yang berlaku pada setiap lembaga pastilah berbeda. Tetapi, sepanjang pengetahuan kami, materi statistika yang diberikan pada awalnya adalah statistika deskriptif dan selanjutnya adalah materi statistika induktif atau statistika inferensial. Masalah penamaan juga bisa berbeda, namun garis besar alur penyampaian serta materinya pada umumnya demikian.
Materi statiska deskriptif sesuai dengan namanya memang menitikberatkan kajiannya pada upaya untuk melakukan perhitungan serta pengolahan data menjadi gambaran informasi yang deskriptif sifatnya. Terkait dengan hal itu, biasanya bahasan yang dikemukakan antara lain pengertian dasar statistika, tabulasi dan visualisasi data, ukuran nilai sentral, ukuran nilai penyebaran, ukuran kecondongan dan keruncingan, angka indeks, dan berakhir pada bahasan tentang regresi dan korelasi. Sedangkan materi statistika inferensial ditekankan pada upaya melakukan perhitungan dan pengolahan data sehingga bisa dijadikan landasan untuk menarik kesimpulan. Kajian mengenai probabilitas, distribusi teoritis, penentuan sample, pendugaan secara statistika, dan berbagai metode pengujian hipotesis merupakan materi yang biasa dibahas di dalamnya.
Pada lembaga perguruan tinggi tertentu, mungkin pula diberikan statistika non parametris secara khusus yang merupakan perluasan atau pengembangan dari statistika inferensial untuk kondisi tertentu yang bersifat non parametris. Kondisi yang bersifat non parametris ini antara lain terjadi karena tidak dilibatkannya parameter dan distribusi, hipotesis yang harus diuji tidak melibatkan suatu parameter populasi, dan bisa pula karena skala pengukuran yang disyaratkan dalam statistika parametris tidak terpenuhi misalnya skala yang bersifat ordinal dan nominal.
Pentingnya Menumbuhkan Perasaan Senang
Sebagai salah bagian dari bidang ilmu matematika atau bisa pula dikatakan sebagai bidang ilmu yang penuh dengan hitungan, statistika jelas berpotensi untuk diposisikan sebagai obyek yang menakutkan, menjemukan, atau harus dihindari oleh banyak diantara mahasiswa. Sekalipun tentunya tidak bisa dinafikan kenyataan bahwa ada pula diantara mereka yang justru menyenanginya. Para mahasiswa yang menyenangi mata kuliah ini sejak awal tentulah akan menjadi sekelompok yang beruntung karena perasaan senang yang ada dalam hati mereka menjadikan mereka memiliki probabilitas lebih besar untuk mudah memahaminya dan juga menuai prestasi belajar lebih bagus dari pada mereka yang dalam benaknya telah diliputi perasaan tidak suka, berat, atau takut. Perasaan suka yang ada dalam ruang pikir membuat mereka memiliki motivasi kuat dimana motivasi kuat tersebut menjadi semacam kekuatan lebih untuk berusaha memahami atau menggali pengetahuan lebih luas bahkan mungkin pula melebihi yang diterima dalam ruang kuliah.
Bagi para pengajar mata kuliah statistika (ekonomi), kondisi dimana seluruh peserta menyenangi mata kuliah ini, mengikutinya secara antusias, serta selanjutnya memberikan berbagai respons positif jelas menjadi sesuau yang favourable. Keadaan ini akan menimbulkan dampak yang menguntungkan karena para pengajar pasti menjadi lebih antusias dalam membawakannya dan hidupnya interaksi antara pengajar dan mahasiswa dalam kelas akan lebih mudah diciptakan. Akan tetapi, ternyata menciptakan kondisi seperti ini tidaklah mudah. Sulitnya menjadikan para peserta mata kuliah untuk senantiasa menyambutnya secara antusias sepertinya adalah masalah yang cukup klasik.
Peran Kunci Pengajar Di Kelas
Barangkali, ada sebagian besar diantara kita yang beranggapan bahwa memang pada dasarnya setiap orang telah diberi kemampuan biologis dasar tertentu –katakanlah tingkat kecerdasan intelejensia- yang menyebabkannya senang, mudah memahami, dan memiliki prestasi bagus dalam bidang studi ini begitu pula sebaliknya. Sehubungan dengan masalah ini, memang benar, apabila terdapat beberapa orang dengan tingkat kecerdasan intelejensia berbeda dan kondisi lainnya sama serta tetap, maka siapa yang dikaruniai kelebihan berupa tingkat kecerdasan lebih tinggilah yang akan mampu memetik buah prestasi lebih bagus disamping menjadi lebih mudah memahami serta menyenangi.
Namun, tingkat kecerdasan intelejensia yang dimiliki oleh setiap peserta ini tidak dengan sendirinya akan menjadikan mereka yang memiliki tingkatan sama kemudian akan mampu meraih prestasi serta mempunyai daya pemahaman dan perasaan senang yang sama. Hal tersebut telah disimpulkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dandy dan Nettlebeck (2002). yang pada intinya menyatakan bahwa pada anak-anak Australia keturunan Cina, Vietnam, dan anak-anak keturunan Asia lainnya menunjukkan adanya keunggulan nilai matematika dan mata pelajaran kuantitatif dibandingkan dengan anak-anak keturunan Eropa dengan tingkat kecerdasan intelejensia yang sama.
Sementara, apabila dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran yang selama ini dilakukan, para pengajar statistika (ekonomi) tetap dihadapkan pada variabilitas tingkat kemampuan dasar para peserta dan mereka tetap dibebani kewajiban untuk menjadikan para peserta paham, paling tidak jumlah mereka yang bisa memahaminya adalah lebih banyak. Padahal, harus disadari pula bahwa berbedanya tingkat kemampuan dasar tersebut merupakan faktor yang bisa dikatakan tidak dapat dikendalikan oleh para pengajar. Durasi waktu pengajaran dalam kelas memang bisa dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan prestasi belajar, tetapi di lain sisi durasi waktu yang lebih panjang berpotensi menimbulkan kejenuhan dan juga ia merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pengajar karena merupakan derivasi dari kebijaksanaan lembaga yang sudah dibakukan dalam periode tertentu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Stigler, Lee dan Stevenson (1987) diketahui bahwa persentase waktu mengajar yang digunakan untuk menjelaskan materi selama kuliah atau pelajaran memberikan andil terhadap penguasaan materi. Hal ini dibuktikan dari kenyataan bahwa para pengajar di Taiwan dan Jepang memakai 63% dan 33% waktu mengajar mereka untuk memberikan penjelasan tentang materi dibandingkan dengan hanya 25% waktu mengajar guru-guru Amerika digunakan untuk kegiatan yang sama. Di samping itu, atas dasar hasil penelitian ini juga ditunjukkan bahwa para pelajar dan mahasiswa Asia lebih banyak memperoleh pengarahan dan petunjuk dari para pengajar daripada rekan-rekannya di Amerika Serikat.
Dengan demikian, sekalipun perbedaan kondisi jelas melingkupi, tetapi merupakan satu hal yang tak salah manakala para pengajar statistika berupaya untuk lebih sabar dan telaten dalam menjelaskan materi. Bagi para mahasiswa terutama mereka yang merasa mempunyai kesulitan dalam menerima materi mata kuliah kuantitatif, kesabaran, ketelatenan, dan kesediaan pengajar untuk menjelaskan secara lebih detil dirasakan amat menolong.
Partisipasi Para Mahasiswa Harus Dihargai
Pada saat kegiatan perkuliahan dilaksanakan, sebisa mungkin para pengajar berusaha menempatkan proses berpikir para mahasiswa sebagai hal yang penting. Disamping itu, para mahasiswa perlu diberikan kesempatan untuk berpikir dan bertanya utamanya untuk hal-hal yang belum mereka pahami. Seumpama keadaan memungkinkan, para mahasiswa sangat pantas untuk diberi waktu untuk menjelaskan apa yang mereka pikirkan mengenai pemecahan suatu ilustrasi kasus atau soal dan mendengarkan apa yang dipikirkan oleh para mahasiswa lainnya. serta berdiskusi walaupun memang langkah ini barangkali tidak langsung bisa berjalan dengan mudah. Upaya seperti ini menguntungkan para mahasiswa agar mereka dapat mengembangkan proses berpikir dan proses belajar.
Aktivitas perkuliahan jelas tidak mungkin menafikan proses stimulasi berpikir melalui pengajuan pertanyaan dari pengajar kepada para mahasiswa. Alangkah baiknya bila pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan yang mampu mendorong para mahasiswa untuk berpikir dan bukan sekedar mendapatkan jawaban (Stigler, Fernandez & Yoshida, 1998). Memang, secara garis besar, pertanyaan yang dapat diajukan kepada para mahasiswa memiliki beberapa variasi pola diantaranya
1) pertanyaan yang sifatnya meminta para mahasiswa untuk menyebutkan jawaban tanpa penjelasan bagaimana sampai kepada jawaban tersebut (pola pertanyaan-sebut),. Sebagai misalnya, "Berapakah nilai rata-rata hitung pada ilustrasi kasus ini?".
2) pertanyaan yang secara langsung meminta siswa untuk menghitung (pola pertanyaan-hitung). Contoh pola pertanyaan-hitung itu misalnya saja "Berapakah 1.200 dibagi 3?".
3) pertanyaan yang bersifat meminta penjelasan jawaban atau cara pemecahan ilustrasi kasus (pola pertanyaan-penjelasan). Sehubungan dengan hal ini, "Bagaimana Anda bisa menentukan nilai modus dalam ilustrasi kasus ini?" atau "Mengapakah nilai frekuensi kumulatif kurang dari pada kelas ketiga adalah 25?" adalah permisalannya.
4) pertanyaan yang sifatnya mencoba memantau apa yang dipikirkan atau dikerjakan oleh para mahasiswa lainnya (pola pertanyaan-monitor). Terkait dengan pola pertanyaan ini, kalimat semisal "Siapa yang setuju dengan jawaban Teguh Dwi Nugroho bahwa nilai median dalam ilustrasi kasus kita ini adalah 30?", "Siapa saja yang memiliki jawaban sama dengan Anton Murdiatmoko?" atau juga "Siapa yang masih belum mudheng dalam hal ini?" merupakan ilustrasi contoh yang relevan.
Keempat pertanyaan sebagaimana diuraikan di atas mungkin diajukan dalam kegiatan perkuliahan. Sekalipun demikian, mengingat mata kuliah statistika pada dasarnya ingin membangun pemahaman materi bagi para pesertanya, pola pertanyaan-penjelasan serta pola pertanyaan-monitor perlu lebih sering dihadirkan dari pada pola pertanyaan-sebutkan dan pola pertanyaan-hitung.
Kemudian, pada saat para mahasiswa dinilai melakukan kesalahan, para pengajar sepantasnya memandangnya sebagai satu masalah yang wajar dan alamiah sifatnya serta sebagai informasi yang penting mengenai proses berpikir (Stigler, Fernandez & Yoshida, 1998). Manakala ada seorang mahasiswa yang salah dalam menjawab pertanyaan, pengajar diminta untuk menampilkan cara pemecahannya. Adapun aktivitas diskusi atau pertukaran pemikiran mengenai kesalahan jawaban dan bagaimana jawaban yang benar berperan penting dalam pengembangan pemahaman dan konsep sekaligus menjadikan para mahasiswa memetik pelajaran darinya. Para pengajar statistika perlu meninjau ulang atau setidaknya bisa melonggarkan jeratan alur berpikir teori behaviorisme yang pada intinya sangat menekankan keberhasilan dalam kegiatan belajar serta merasa amat khawatir bila kesalahan yang ditampilkan kemudian merusak rasa percaya diri para peserta.
Sementara, ketika pengajar menulis materi ajar berupa buku, diktat, hand-out, atau apa saja namanya, ilustrasi kasus yang relevan dengan materi menjadi faktor yang amat kondusif terhadap terbangunnya pemahaman atas konsep atau teori yang dikaji dalam suatu bab. Di dalamnya, penjelasan terkait dengan proses pemecahan masalah harus diberi porsi yang signifikan.
Beberapa Catatan Penting Yang Lain
Atas dasar pengalaman dan pengetahuan yang telah terhimpun hingga saat ini, tentunya dengan beragam kekurangan yang dimiliki, ada beberapa hal yang menurut hemat kami amat layak diperhatikan. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah
1) Penyampaian materi mata kuliah statistika (ekonomi) kepada para mahasiswa yang notabene anak dari generasi saat ini dan mereka mempunyai latar belakang pergaulan, pengetahuan, dan selera sebagaimana yang ditunjukkan oleh kenyataan jaman memerlukan kesediaan untuk memaklumi serta upaya untuk memahaminya. Guna menciptakan suasana yang menyegarkan, tentunya bukan sesuatu yang haram ketika pengajar statistika berusaha untuk masuk atau menyentuh dunia mereka. Penyampaian joke, penampilan ilustrasi kisah yang terkait materi dengan isue aktual, selingan cerita sedikit terkait dengan gossip selebritis, olah raga, dan musik serta pemberian kesempatan pada para mahasiswa untuk bercerita tentang dunia mereka bisa menjadi semacam cara untuk menyentuh minat serta memicu atau memelihara rasa ketertarikan mereka. Bagaimanapun mereka akan merasa lebih termaklumi dan dimengerti bila pengajar mampu menampilkan citra sebagai orang yang memahami dunia mereka. Tentunya, hal tersebut jangan sampai merampas proporsi ruang penyampaian materi sebagai sajian utama.
2) Membesarkan hati para mahasiswa, menanamkan optimisme, dan meminta kepada mereka untuk tidak takut serta meyakinkan bahwa mereka pasti akan bisa memahami materi mata kuliah pada saat perkuliahan pertama dilaksanakan atau pada saat menyampaikan bagian awal bab adalah satu hal yang penting untuk dilakukan.Langkah perlu ditempuh untuk memperkuat motivasi belajar mereka.
3) Alangkah bagusnya apabila ilustrasi kasus yang dikemukakan terasa membumi, lebih nyata, atau elegan terlebih lagi bila penuturannya menarik. Penampilan ilustrasi kasus yang menarik merupakan titik masuk (entry point) untuk menimbulkan ketertarikan serta membangun pemahaman terhadap konsep secara lebih kuat.
4) Tidak sepantasnya apabila pengajar mengatakan kalimat yang bernada negatif semisal “Aduuh..dasar bodoh! Masa, soal gampang seperti itu saja tidak bisa?” atau “Walaahh, kamu itu pasti tidak akan mudheng!” dan berbagai kalimat lain senada. Perkataan itu jelas tidak etis ditampilkan. Selain itu, satu masalah yang lebih prinsipil lagi, kalimat tersebut memiliki daya sugesti negatif yang mampu menjadi dinding penghalang psikologis bagi para mahasiswa untuk berusaha memahami. Setiap pengajar hendaknya mampu menjadi semacam pembombong dan pengayom karena ini merupakan tuntutan peran mendasar seorang guru. Juga, para pengajar tidak pantas untuk berlaku congkak karena kita bukanlah seorang Superman yang tidak bisa salah. Kita harus ingat, ketidaksukaan secara personal karena perilaku individual sangat berpotensi untuk memicu ketidaksenangan kepada mata kuliah.
5) Saat peserta kuliah menjawab dengan salah dan perkuliahan tengah terlaksana dengan suasana interaktif katakanlah dengan diskusi, pengajar hendaknya tidak mempermalukan seseorang tersebut saat ia tengah berusaha menunjukkan jawaban yang benar.
6) Memberikan penghargaan terhadap hasil, proses, dan perbedaan pandangan dalam memahami materi maupun pemecahan ilustrasi kasus adalah perilaku yang layak sekali untuk ditunjukkan karena para mahasiswa dan pengajar adalah manusia dewasa yang telah dipandang mampu berpikir sekaligus sejajar sepanjang penyampaiannya dilakukan secara baik dan etis serta argumentasinya memiliki landasan kuat.
Sedikit paparan ini memang tidak akan menjadikan pembelajaran statistika (ekonomi) mencapai tujuan ideal seketika atau dalam sekejap kemudian kualitas pembelajaran menjadi lebih bagus, hasil studi meningkat, dan rasa antusias terhadapnya langsung terpacu. Semuanya tentulah membutuhkan waktu dan proses gradual. Hanya saja, upaya harus bersedia dilakukan walaupun upaya itu berarti pula menjadikan para pengajar harus mencurahkan energi lebih. Just do it and keep on going!
Muliawan Hamdani, S.E. Staff edukatif Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bank BPD Jateng. Saat ini tengah menempuh studi lanjut pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi Surakarta.
Sumber Referensi
1) Hartono, H. S. (1999), Mathematics achievement and performance: A cross-national comparison, Unpublished Seminar Report, Advanced Child Psychology, the University of Auckland.
2) Dandy, J. & Nettlebeck, T. (2002). The relationship between IQ, homework, aspirations and academic achievemnt for Chinese, Vietnamese and Anglo-Celtic Australian school children. Educational Psychology, 22(3), 267-275.
3) Stigler, J. W., Lee, S-Y., & Stevenson, H. W. (1987). Mathematics classroom in Japan, Taiwan, and the United States. Child Development, 58, 1272-1285.
4) Stigler, J. W., Fernandez, C., & Yoshida, M. (1998). Cultures of mathematics instruction in Japanese and American elementary classrooms. In T. P. Rohlen & G. K. LeTendre (Eds.), Teaching and Learning in Japan. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
*)Tulisan ini telah pernah disampaikan dalam acara talk show dan Bedah Buku bertajuk “Statistika Itu Mudah; Mencari Makna Di Balik Angka” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada Pak Purbayu Budi Santosa. Anda adalah seorang yang baik, humble, dan rendah hati. Semoga Anda bisa menjadi sosok erudisi (seorang yang mempunyai cakrawala wawasan luas serta mampu berpikir melewati batas-batas). Semoga Anda bisa seperti Amartya Zen, E.F. Schumacher, Gunnar Myrdal, Pak Mubiarto dan lainnya yang bisa membuktikan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang agung dan tidak tercabut eksistensinya dari bidang ilmu sosial lainnya.
Tak lupa, ucapan terima kasih tulus juga saya sampaikan pada adik-adik saya yang menempuh studi di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro atas kesempatan yang telah diberikan untuk menyampaikan gagasan. Juga, very great thanks kepada Penerbit Erlangga atas kepercayaan besar yang tak terduga sehingga buku saya ini dapat diterbitkan. Semoga penerbit ini semakin berjaya dan bisa mencapai misinya dalam mencerdaskan bangsa.
Sumber:
Dapat diklik http://mulydelavega.blogspot.com/2009/06/mengajarkan-statistika-ekonomi-sedikit.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar